Saturday 8 October 2011

Hukum Menyusukan Suami


Hukum Menyusukan Suami

by Jusuh Mahsus on Wednesday, 26 January 2011 at 07:25
Alhamdulillah wash shalatu was salam ’ala Rasulillah.
Para pembaca yg dimuliakan Allah, Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw..

Sering terjadi pd kebanyakkan orang, terutamanya kaum Muslimin dan terlebih khusus lagi bagi mereka yang telah berumah tangga kebingungan dan bertanya-tanya apakah hukumnya jika seorang suami turut menyusu bersama-sama anaknya kepada sang isteri? Atau seorang isteri menyusui suaminya? Apakah boleh ataukah tidak? Sebab ada keadaan dimana susu wanita itu boleh menjadikan seseorang yg menyusu itu mahram baginya, sehingga ia boleh berdua-duaan dan tidak dihukum berdosa. Untuk itu artikel ini sebagai gambaran tentang hukum mengenai permasalahan tersebut.

Dalil-Dalil Bahwa Orang Yang Menyusu Itu Menjadi Mahram Bagi Wanita Yang Menyusui.

Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan”(Surah. An-Nisaa`: ayat 23)

Maka apabila ada seorang anak menyusu kepada seorang wanita sedang umurnya masih di bawah 2 (dua) tahun, maka jadilah wanita tersebut ‘ibu sang anak’ atau yang disebut dengan ibu susuan. Sehingga ia boleh berkhalwat (berduaan) dengan sang wanita itu dan diharamkan atas mereka berdua untuk bernikah.

Dari `Aisyah ra. Nabi bersabda
Diharamkan dari persusuan sebagaimana diharamkannya dari -sebab- kelahiran.” (Hadits shahih diriwayatkan Malik dan Syafi`i).

Dan dalam riwayat bahwa Nabi saw pernah ditawari utk menikahi anak perempuan dari shahabatnya Hamzah bin Abdul Muthalib, maka Baginda s.a.w bersabda, “Sesungguhnya dia (wanita) itu anak perempuan dari saudara sesususanku (Hamzah), dan sesungguhnya telah diharamkan dari sebab persusuan sebagaimana diharamkannya dari sebab nasab”. (HR. Muslim). (An-Nawawi, vol. 19 hal. 314).

Berdasarkan pendapat majoriti ulama, susuan yang menjadikan si anak mahram dengan ibu susunya hanya terjadi jika si anak tersebut masih berusia di bawah dua tahun. Sedangkan sebagian ulama seperti Daud Azh-Zhahiri dan para pengikutnya menyatakan susuan itu tetap menjadi haram utk menikah sekalipun yang menyusu itu sudah dewasa.

Tidak Dikatakan Menyusui Apabila Umurnya Di Atas 2 (Dua) Tahun

Imam Nawawi di dalam kitabnya “Al-Majmu`” berkata, “Tidak menjadi haram lantaran menyusui bila umurnya di atas dua tahun”. Pendapat beliau didasarkan pada firman Allah:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
Artinya : “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. (Surah Al-Baqarah: ayat 233).

Dalam hadits `Aisyah Radiyallahu Anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Tidak menjadikan haram satu atau dua sedutan.’” (HR. Muslim (1158)).
Sesungguhnya persususan yang menjadikan terjadinya keharaman (nikah) dan halalnya berkhalwatadalah persusuan yang boleh menjadikan kenyang dari kelaparan bagi seorang anak kecil. Jadi tidaklah dikatakan persusuan yang mengharamkan dari pernikahan kecuali jika hal itu boleh mengenyangkan dari rasa lapar (dan inilah yang masyhur) sehingga dengan begitu akan boleh menumbuhkan daging. Dan dalam hadits Ibnu Mas`ud Radhiyallahu ‘anhu dikatakan, “Tidaklah dikatakan persusuan kecuali jika (boleh) menumbuhkan tulang dan daging.” (Ibanatul Ahkam, 3/440).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang seorang lelaki yang membersihkan matanya dari debu dengan air susu isterinya, apakah isterinya menjadi haram jika air susu itu masuk ke dalam perutnya? Dan dalam kesempatan lain beliau ditanya tentang seorang suami yang suka bercumbu dengan isetrinya sehingga ia biasa menghisap payudara isterinya, apakah ia (isterinya) menjadi haram atasnya?

Maka untuk yang pertama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab bahwa hal itu boleh, dan isterinya tidak menjadi haram atasnya, hal itu dilihat dari dua segi. Pertama, karena suami sudah dewasa, dan jika orang yang sudah dewasa apabila ia menghisap payudara isterinya atau wanita lain maka tidaklah berlaku hukum keharaman kerana sebab persusuan, hal ini sebagaimana pendapat imam yang empat dan jumhur `ulama. Kedua, sampainya air susu di mata tidaklah berlaku keharaman karena sebab persusuan.

Dan untuk soal yang kedua, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab, “Menyusunya (suami kepada istrinya) tidak menjadikan istrinya haram atasnya karena sebab persusuan. (Ibnu Taimiyyah, vol. 3 hal. 162).

Dalam kitab Al-Mughni disebutkan bahwa dari syarat berlakunya hukum keharaman (untuk bernikah) lantaran sebab persusuan adalah pada masa “haulani”, yakni kurang dari dua tahun. (Ibnu Qudamah, vol. 1 hal. 319). Ini adalah pendapat kebanyakan ahli ilmu, semisal shahabat `Umar, `Ali, Ibnu `Umar, Ibnu `Abbas, Ibnu Mas`ud, dan Abu Hurairah, serta sederetan dari isteri-isteri Nabi saw kecuali `Aisyah ra. Adapun `ulama yang sependapat (dengan `ulama-`ulama dari kalangan shahabat) dari thabi`in seperti Asy-Sya`bi, Al-Auza`i, Asy-Syafi`i, Ishaq, Abu Yusuf, dan lain-lain. Dalam riwayat Malik dikatakan, “Hukumnya sama meskipun lebih satu atau dua bulan dari batasan waktu ‘haulani’ (dua tahun). Ibnul qashim meriwayatkan dari Malik bahwa ia berkata, “Persusuan itu (waktunya) pada dua tahun

Adapun adalah harus untuk menghisap payu dara isteri ketika berjimak, tetapi jika isteri dalam tempoh menyusukan anak adalah lebih baik tidak menghisapnya sampai terminum susu dari tubuh isteri.Ini kerana mungkin mulut si suami boleh membawa kuman dan anak yang menghisap susu itu boleh terdedah kepada sebarang jangkitan kuman.
Perkara yang kedua ialah susu itu hak si anak dan bukan hak si suami. Walaupun dengan meminum susu si isteri tidak menjadikan lelaki itu bapa susuan. Sekiranya perbuatan suami itu membawa mudarat kepada bayi dengan jangkitan kuman atau susu berkurangan, maka hukumnya haram.

Sekian

Sumber2 internet
 ·  · Share

No comments:

Post a Comment