Wednesday 19 October 2011

sikap saat ragu antara halal dan haram


sikap saat ragu antara halal dan haram

by aku adalah Muslim on Tuesday, 22 February 2011 at 11:47
Rasulullah saw bersabda :

"Sesungguhnya yang halal itu jelas, dan yang haram itu jelas dan diantaranya ada hal-hal yang tidak jelas yang tiada kebanyakan manusia mengetahui. Maka siapa saja yang menjaga diri dari hal syubhat tersebut, maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya, dan barangsiapa yang jatuh dalam perkara syubhat, maka dia jatuh kepada hal yang haram.

Bak pengambala yang mengembala di sekitar daerah larangan, Perlahan nisacaya ia akan memasukinya. Ketahuilah, setiap penguasa memiliki daerah terlarang, Maka wilayah larangan Allah adalah yang diharamkan-Nya.

Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging, apabila dia baik maka baiklah seluruh jasad dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh jasad. Ketahuilah, segumapl daging itu ialah hati..”
(Hadits, riwayat Bukhari & Muslim, dari Nu’man bin Basyir)

Dalam hadits diatas kita dapat keterangan bahwa Nabi ? membagi segala sesuatu perkara menjadi tiga macam:

Pertama, perkara yang telah jelas kehalalannya yang tidak ada kesamaran di dalamnya. Yaitu perkara-perkara telah disebutkan nash tentang kehalalannya, berarti halal. Seperti firman Allah swt:

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu,…” (QS.Al Maidah: 5)

Kedua, perkara-perkara yang jelas keharamannya, yang tidak ada kesamaran di dalamnya. Yaitu apa-apa yang telah disebutkan nashnya tentang keharamannya. Segaimana firman Allah swt:

“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;,..” (QS. An Nisaa’ :23)

Ketiga, Perkara-perkara syubhat yang tidak jelas hukumnya, apakah dia halal atau haram. Hukumnya tidak diketahui oleh banyak orang.


MACAM-MACAM SYUBHAT

Ibnu Daqiqil ‘Ied Rahimahullah berkata: “Sebagian ‘ulama mengatakan bahwa perkara-perkara yang syubhat ada tiga macam:

Pertama, Apa yang diketahui oleh seseorang bahwa hal itu haram, kemudian dia ragu padanya apakah keharamannya sudah hilang atau belum. Seperti daging binatang yang haram dimakan sebelum disembelih (yaitu harus disembelih dulu sebelum dimakan), kemudian dia ragu atas penyembelihannya. Maka daging itu tetap haram sampai diketahui dengan yakin penyembelihannya. Dalilnya adalah sebuah hadits:

“Dari ‘Adi bin hatim, bahwa ia bertanya kepada Nabi ?, dia berkata; “Aku melepaskan anjingku, kemudian aku mendapati anjing lain telah menangkap buruan bersama anjingku, dan aku tidak tahu yang mana dari kedua anjing itu yang menangkapnya”. Nabi bersabda; “Janganlah kamu makan (buruan itu), karena engkau hanyalah membaca basmalah pada anjingmu (waktu melepaskannya), dan engkau tidak membaca basmalah pada anjing  yang lain” (Riwayat Muslim)

Kedua, kebalikan dari hal diatas, yaitu sesuatu itu halal, kemudian seseorang ragu tentang keharamannya. Seperti seorang laki-laki yang memiliki istri, namun ia ragu apakah ia telah menjatuhkan talaq atau belum, atau apakah istrinya itu berstatus budak atau merdeka. Hal-hal yang semacam itu pada asalnya hukumnya mubah sampai dengan jelas diketahui bahwa hal itu haram.

Dalilnya adalah hadits ‘Abdullah bin Zaid ? yang ragu-ragu batal wudhunya (ketika shalat), padahal sebelumnya ia yakin telah bersuci. Maka Nabi ? bersabda:”Janganlah dia berpaling sampai mendengar suara (buang angin) atau mendapati bau” (Riwayat Bukhari-Muslim)

Ketiga, Seseorang yang ragu akan kedudukan sesuatu, apakah halal atau haram, dan keduanya adalah sangat mungkin, sedangkan tak ada petunjuk yang menguatkan salah satunya. Hal seperti ini maka lebih baik ditinggalkan, sebagaimana Nabi ? telah melakukannya tatkala beliau menemukan kurma dirumahnya, maka beliau bersabda:

“Kalau saja aku tidak khawatir (kurma) ini harta shadaqah, niscaya aku telah memakannya” (Riwayat Bukhari)

Hal ini berbeda dengan orang-orang melampaui batas dalam hal yang membatalkan sesuatu yang telah jelas halal karena adanya khayalan atau dugaan-dugaan semata. Seperti orang yang tak mau menggunakan air bekas dengan dalih takut terkena najis, atau tidak mau shalat di tempat yang bersih dengan alasan takut kalau ada bekas air kencing yang telah kering, dan lain sebagainya. Maka sikap semacam ini tidak layak untuk diikuti. Karena sikap semacam itu merupakan bisikan syetan agar manusia menjadi ragu (waswasah). Tidak ada kaitannya dengan syubhat sedikitpun. (Syarh matan Al Arba’in An Nawawiyyah, Ibnu Daqiqil I’ed)


HINDARI SESUATU YANG SYUBHAT

Rasulullah ? menganjurkan kepada kita agar menjaga diri dari hal-hal yang syubhat. Dalam hadits diawal disebutkan :  Barang siapa yang menjaga diri dari perkara syubhat tersebut, maka dia telah menjaga agamanya dan kehormatannya), Yaitu ia telah menjaga agamanya untuk tidak terjerumus pada yang syubhat, adapun menjaga  kehormatannya adalah ia akan bebas dari dugaan sebagian orang bahhwa ia telah melakukan sesuatu yang haram, karena sebagian orang menganggap bahwa perkara yang ia lakukan itu haram sedang baginya masih samar. Dalam hadits lain Rasulullah ? telah bersabda:

“Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu” (Riwayat Tirmidzi, Nasa’i dari Hasan bin ‘Ali ?, dengan sanad Shahih)

“Seorang hamba tidak akan mencapai tingkat mutaqin (orang yang bertaqwa) sehingga dia meninggalkan apa yang mubah karena khawatir terjerumus kedalam apa yang dilarang" (Riwayat Tirmidzi, dari ‘Athiyyah bin ‘Urwah ? , dengan sanad Hasan)


SYUBHAT BISA MENYERET PADA HARAM

Di dalam hadits di awal Rasulullah ? bersabda:

(dan barangsiapa yang jatuh dalam perkara syubhat, maka dia jatuh kepada hal yang haram).

Syeikh Al Utsaimin Rahimahullah, ketika menjelaskan hadits ini beliau mengatakan; “Hal ini mengandung dua kemungkinan: Pertama, ia jatuh dalam keharaman, sedangkan ia menyangka bahwa itu bukanlah merupakan sesuatu yang haram.  Kedua, bisa juga bermakna bahwa ia sudah hampir jatuh kedalam keharaman. Sebagaimana dinyatakan bahwa kemaksiatan itu adalah pintu kufur, karena ketika jiwa jatuh dalam perbuatan yang dilarang, maka jiwa tersebut bertahap dari satu kesalahan ke kesalahan lainnya yang lebih besar dari sebelumnya.

Kemudian dilanjutkan dengan sabda Nabi saw: (Seperti seorang pengambala yang mengembala disekitar daerah larangan, lambat laun akan masuk kedalamnya). Ini adalah suatu perumpamaan bagi apa-apa yang diharamkan Allah swt , supaya kita menghindarinya dan janganlah kita mencoba untuk mendekatinya, karena jika kita mendekatinya maka kita akan sullit mengendalikan diri kita untuk tidak terjerumus di dalamnya.

Dahulu orang-orang arab biasa membuat pagar agar hewan gembalanya tidak masuk ke daerah larangan dan membuat peringatan dan ancaman kepada siapa saja yang mendekatinya. Maka orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan hewan gembalanya dari daerah larangan tersebut, karena ketika telah dekat dia akan sulit mengendalikan hewan gembalaannya untuk tidak masuk daerah larangan tersebut. Demikian halnya dengan larangan-larangan Allah ? yaitu perkara-perkara yang diharamkan, maka tidak layak bagi kita untuk mendekatinya.


HATI SEBAGAI PUSAT KENDALI

Kemudian dilanjutkan dengan Sabda Rasulullah saw: (Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu ada Segumpal daging, apabila dia baik maka baiklah seluruh jasad, dan apabila dia buruk maka buruklah seluruh jasad. Ketahuilah, dia adalah hati ). Yang dimaksud dgn mudghah adalah sekerat daging, yang kadar kekenyalannya seperti sesuatu yang mampu untuk di kunyah. Ini menunjukan akan sifat hati yang kecil bentuknya tetapi sedemikian besar peranannya. Hati merupakan inti, atau dinamakan dengan anggota badan yang paling terhormat, karena begitu cepatnya perubahan-perubahan yang bisa terjadi padanya.

Allah ? mengistimewakan manusia dan hewan dengan anggota badan ini dan mempercayakannya untuk mengatur kemaslahatan yang dituju, sehingga kita bisa mendapatkan binatang dengan berbagai macamnya itu mengetahui apa yang mendatangkan maslahat baginya, dan dapat membedakan dari sesuatu yang membahayakan dirinya. Lalu Allah ? mengistimewakan akal bagi manusia dan menyandarkannya kepada hati. Allah ? berfirman:

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar,…” (QS. Al hajj: 46)

Allah ? telah menjadikan anggota badan untuk tunduk kepada hati, taat terhadap apa yang diputuskannya, perwujudan dhahir dari apa yang ada padanya dan mengamalkannya sesuai dengan keadaannya, maka apabila hati itu baik, baik pulalah jasad dan apabila ia buruk, maka buruklah jasad. Jika kita memahami hal ini maka jelaslah hadits Rasulullah ? diatas.

Kita memohon kepada Allah swt agar memperbaiki kerusakan hati kita. Wallahu A’lamu Bish shawwab

semoga manfa'at

salam

No comments:

Post a Comment